MENU
|
|
Jenis | : |
KKM
|
Judul | : |
URGENSI PELARANGAN PENGURUS PARTAI POLITIK MENJADI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
|
Subjek | : |
Hukum Konstitusi di Indonesia, Hukum Tata Negara Indonesia
|
Pengarang | : |
KHOERUL IMAM MAHDI
|
Pembimbing | : |
Riris Ardhanariswari
Abdul Aziz Nasihuddin
|
Prodi | : |
ILMU HUKUM S2
|
Tahun | : |
2019
|
Call Number | : |
342.598 MAH u
|
Perpustakaan | : |
Fakultas Hukum
|
Letak | : |
1 eksemplar di Koleksi Referensi
|
|
Abstrak :
DPD merupakan lembaga baru yang dibentuk pada saat reformasi, sehingga Pemilihan Umum untuk memilih anggota DPD dilakukan pertama kali yaitu pada tahun 2004 dengan dasar hukum Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, yang di dalamnya memuat persyaratan untuk menjadi calon anggota DPD pada Pemilu, salah satunya terdapat pada Pasal 63 huruf b yaitu tidak menjadi pengurus partai politik sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun yang dihitung sampai dengan tanggal pengajuan calon. Persyaratan bebas dari partai politik pada perkembangannya sudah tidak ditemukan kembali di Undang-Undang Pemilu selanjutnya, dan juga sudah pernah pernah diajukan ke MK pada tahun 2008 yang mana dalam Putusan MK No. 10/PUU-VI/2008 norma larangan perngurus partai politik dalam Undang-Undang Pemilu merupakan kebijakan pembuat undang-undang, sehingga mengakibatkan pengurus partai politik mulai masuk ke dalam keanggotaan DPD. Pada tahun 2018 Muhammadz Hafidz mengajukan uji review terkait frasa pekerjaan lain yang dapat menimbulkan kepentingan termasuk fungsionaris partai yang ada diUndang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Putusan MK No. 30/PUU/XVI/2018 menyatakan bahwa frasa pekerjaan lain yang dapat menimbulkan kepentingan termasuk kepentingan termasuk pengurus partai, sehingga pengurus partai politik sekarang dilarang untuk menjadi anggota DPD. Metode yang dipakai dalam penelitian ini yuridis-normatif dengan menggunakan pendekatan histori dan undang-undang. Sumber bahan hukum yang terdapat pada penelitian ini berasal dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier dengan teknik pengumpulan data berdasarkan studi kepustakaan dan teknis analisis data menggunakan metode deduktif. Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa urgensi pelarangan pengurus partai politik menjadi anggota DPD karena pengurus partai politik akan membawa kepentingan politik yang disebabkan melekat wewenang, tugas dan fungsi partai politik sehingga mengakibatkan perbenturan kepentingan antara DPD dengan kepentingan partai politik, sehingga tidaksesuai/melenceng dengan tujuan awal pembentukan DPD itu sendiri yaitu untuk mewakili kepentingan daerah. Implikasi pengurus partai politik menjadi anggota DPD menjadikan adanya perwakilan ganda (double representation) dalam tubuh MPR sebagai joint system antara DPD dengan DPR, hal ini disebabkan partai politik yang sudah terwakili dalam keanggotaan DPR juga terwakili dalam keanggotaan DPD. Secara konsep MPR dalam pengambilan kebijakan politik terutama merubah UUD NRI 1945 adalah merupakan cerminan dari keputusan bangsa Indonesia sehingga kedua lembaga antara DPD dengan DPR harus benar-benar berbeda, selain itu berkaitan dengan undang-undang yang berlaku akan terjadinya tumpang tindih dalam aturan yang lainnya.
Kata kunci : DPD, Partai Politik, Sistem Ketatanegaraan Indonesia.
|
Kembali
|