Abstrak :
Pembuktian terbalik merupakan suatu mekanisme pembuktian yang membebankan kewajiban pembuktian kepada terdakwa. Pada pembuktian tindak pidana umum, beban pembuktian tidak melekat pada diri terdakwa sebagaimana rumusan Pasal 66 KUHAP. Implementasi beban pembuktian terbalik digunakan pada tindak pidana korupsi khususnya gratifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan beban pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi tentang gratifikasi dan hambatan yang ditemui dalam penerapan beban pembuktian terbalik tersebut.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis sosiologis dengan spesifikasi penelitian deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan informan, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan. Data yang telah diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dengan metode kualitatif dan disajikan dalam bentuk uraian yang tersistematis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan beban pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi tentang gratifikasi dilaksanakan dengan pembuktian berimbang atau semi terbalik, baik terdakwa dan penuntut umum melakukan pembuktian. Hambatan yang ditemui antara lain 1). adanya ketidakjelasan pengaturan hukum tentang gratifikasi, 2). penegak hukum (pengacara) yang belum memberikan pemahaman pentingnya melakukan pembuktian terbalik, dan 3). adanya persepsi bahwa beban pembuktian terbalik melanggar hak asasi manusia (HAM).
Kata kunci: Beban pembuktian terbalik, Tindak pidana korupsi, Gratifikasi.
v
THE IMPLEMENTATION OF SHIFTING BURDEN OF PROOF IN THE CORRUPTION ACT ON GRATIFICATION
(Gratification Case Study of Jambi’s Governor)
By:
MURNIASIH
E1A015020
|