MENU
|
|
Jenis | : |
KKM
|
Judul | : |
BATAS WAKTU PELIMPAHAN PERKARA DARI PENYIDIKAN KE PENUNTUTAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP HAK-HAK TERSANGKA
(Kajian Penerapan Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan)
|
Subjek | : |
Hukum Acara Pidana
|
Pengarang | : |
ALIM MUSTOFA
|
Pembimbing | : |
Hibnu Nugroho
Setya Wahyudi
|
Prodi | : |
ILMU HUKUM S2
|
Tahun | : |
2020
|
Call Number | : |
345.05 MUS b
|
Perpustakaan | : |
Fakultas Hukum
|
Letak | : |
1 eksemplar di Koleksi Referensi
|
|
Abstrak :
Persoalan penetapan tersangka dalam proses penyidikan merupakan
pengurangan kebebasan individu yang dapat terjadi dalam hal upaya paksa yang
sewaktu-waktu dapat dilakukan oleh penyidik. Tersangka dalam proses peradilan
pidana belum tentu bersalah sebagaimana yang dilaporkan, diadukan atau
dituduhkan, maka selayaknya perwujudan dan perlindungan hak-hak tersangka
mendapat perhatian dalam pelaksanaan proses peradilan pidana sesuai dengan
prinsip-prinsip negara hukum. Proses penyidikan dalam upaya mengumpulkan
bukti serta menemukan tersangka tidak berlangsung dalam waktu singkat.
Ketidakjelasan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia mengenai berapa lama
batas waktu dari status tersangka sampai dengan dilimpahkannya perkara
kemudian disidangkan di muka pengadilan atau perubahan status dari tersangka
menjadi terdakwa merupakan suatu persoalan mengingat adanya asas peradilan
cepat dan jaminan kepastian hukum.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif. Sumber bahan hukum yang terdapat dalam penelitian ini berasal dari
data sekunder sebagai data yang utama dengan teknik pengumpulan data
berdasarkan studi kepustakaan. Teknik analisis data dalam penelitian ini
menggunakan metode deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa didalam sistem peradilan
pidana di Indonesia tidak terdapat ketentuan mengenai batas waktu pelimpahan
perkara dari penyidikan ke penuntutan, hal ini tidak sesuai dengan asas peradilan
cepat dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Namun demikian, pasca putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 materi muatannya mengatur
mengenai kewajiban penyidik menyerahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan (SPDP) tidak hanya kepada penuntut umum, tetapi juga kepada
terlapor dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 hari setelah terbitnya
surat perintah penyidikan. Setidaknya dengan adanya putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015, secara normatif mekanisme penanganan
perkara pidana antara penyidik dengan penuntut umum lebih terintegrasi dan
terkoordinasi. Dampak hukum atas status tersangka yang perkaranya tidak segera
dilimpahkan dari penyidikan ke penuntutan bukan saja menimbulkan
ketidakpastian hukum, tetapi juga merugikan hak konstitusional terlapor dan
korban/pelapor. Penetapan status tersangka kepada seseorang sangat erat
kaitannya dengan kelayakan dan ketenteraman hak hidup yang nyaman, karena
bagaimanapun juga tekanan psikologis dan stigma masyarakat atas status
tersangka dapat mempengaruhi pola peri-kehidupan seseorang. Selain itu, tidak
tersedianya pengaturan mengenai upaya hukum yang dapat ditempuh atas
ketidakpastian batas waktu penetapan status tersangka juga berdampak pada tidak
diperolehnya hak konstitusional terkait jaminan kepastian hukum yang dijamin
dalam Pasal 28D dan 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
Kata Kunci: Batas Waktu, Penetapan Tersangka, Peradilan Cepat.
|
Kembali
|