Kontribusi varietas unggul sangat nyata dalam peningkatan produksi dan produktivitas jagung nasional. Varietas unggul dibentuk dari serangkaian kegiatan perbaikan sumber daya genetik (SDG). Produk dari perbaikan SDG (germplasm improvement) pada tanaman jagung secara umum dapat digolongkan menjadi dua: varietas bersari bebas (VBB) atau komposit dan varietas hibrida. Di Indonesia, sebelum tahun 2000 perakitan varietas jagung lebih menitikberatkan kepada menghasilkan VBB karena biayanya lebih murah, produksi benih mudah, dan industri benih komersial belum berkembang. Pada periode tersebut telah dilepas sejumlah VBB (seperti Harapan, Arjuna, Kalingga, dan Bisma) dengan daya hasil cukup tinggi, berumur genjah-sedang, tahan penyakit bulai, dan adaptasi luas yang mampu mendominasi areal pertanaman jagung petani. Dengan pesatnya perkembangan industri benih komersial, terutama perusahaan swasta, penggunaan VBB mulai menurun dalam 10 tahun terakhir. Hal ini berkaitan dengan perubahan minat petani dalam memilih varietas hibrida yang berdaya hasil tinggi. Kurangnya dukungan pemerintah dalam pengembangan perbenihan jagung VBB dan lemahnya beberapa subsitem produksi dan penyebaran benih sumber juga ikut membatasi pengembangan VBB. Penyediaan benih sumber setiap tahun tetap berjalan dan benih VBB disalurkan dalam jumlah yang memadai kepada pengguna. Masalah utama adalah sering terputusnya produksi benih sumber kelas benih dasar, benih pokok, dan bahkan benih sebar pada tingkat penangkar, terkait dengan ketidakpastian ?pasar? dari hasil penangkaran. Di wilayah bagian timur Indonesia peran VBB masih cukup penting sebagaimana terlihat dengan berkembangnya varietas Lamuru, Sukmaraga, Srikandi kuning, dan Anoman. Pada daerah-daerah seperti ini diperlukan dukungan yang kuat untuk pengembangan VBB, misalnya penangkaran benih dimanfaatkan dalam program BLBU (bantuan langsung benih unggul) oleh pemerintah.
High yielding maize varieties had contributed significant yield increase in the national maize production. High yielding varieties were established from series of activities on germplasm improvement. The products of maize germplasm improvement are classified into open pollinated variety and hybrid variety. In Indonesia, before the year of 2000 germplasm improvement were focussed on open pollinated variety development, due to its low cost, and the seed can be produced easily, when commercial maize seed industries had not developed. During this period, several open pollinated varieties were released (i.e. Harapan, Arjuna, Kalingga, and Bisma) possesing high yield potential, mid-early maturity, resistance to downy mildew disease, and adaptative to various environments. The OP varieties during those period dominated farmers? maize planting area. In the last 10-years, hybrid varieties were developed by commercial maize seed industries, therefore, the use of open pollinated varieties were decreasing. Farmers shifted their interest to high yielding varieties. The OP varieties were less supported by government, and seed production subsystem was weakened. However for the less developed farming interprises, open pollinated varieties are still needed, thus the seeds are distributed in sufficient quantities to the local seed growers. The flow of seeds from the foundation seed, stock seed, to the extension seed, however, is unreliable due to the uncertainty of the markets. In eastern part of Indonesia open pollinated varieties are still played its importance, especially variety Lamuru, Sukmaraga, Srikandi Kuning and Anoman. Strong support from the goverment is needed to establish and develop the seed supply system, including the seed procurement for the seed assistance program.