Wereng coklat sudah menyerang tanaman padi di Darmaga, Bogor, pada tahun 1939, kemudian di Yogyakarta dan Mojokerto tahun 1940. Dalam upaya peningkatan produksi padi nasional, pemerintah pada tahun 1967 mengintroduksi varietas unggul IR5 dan IR8 yang tidak mempunyai gen ketahanan terhadap wereng coklat. Pada tahun 1971, timbul ledakan wereng coklat biotipe 1. Pada tahun 1975 diintroduksi varietas IR26 (gen tahan Bph1) dari IRRI, namun pada tahun 1976 terjadi ledakan yang hebat di beberapa sentra produksi padi karena terjadi perubahan populasi wereng coklat dari biotipe 1 ke biotipe 2. Pada tahun 1980, untuk menghadapi wereng biotipe 2 diintroduksi varietas IR42 (gen tahan bph2) dari IRRI, namun pada tahun 1981 terjadi ledakan yang hebat di Simalungun, Sumatera Utara, dan beberapa daerah lainnya karena adanya perubahan populasi wereng coklat dari biotipe 2 ke biotipe 3. Untuk menghadapi wereng coklat biotipe 3 telah diintroduksikan varietas padi IR56 (gen tahan Bph3) pada 1983 dan IR64 (gen tahan Bph1+) pada tahun 1986, dan pada tahun 1991 diintroduksi varietas IR74 (gen tahan Bph3). Pada tahun 2006, gen ketahanan IR64 patah karena populasi wereng coklat berubah ke biotipe 4. Kestabilan wereng coklat biotipe nol bertahan selama 41 tahun sebelum menjadi wereng coklat biotipe 1. Perubahan wereng coklat biotipe 1 ke biotipe 2 hanya dalam waktu 4 tahun, dan perubahan wereng coklat biotipe 2 ke biotipe 3 dalam kurun waktu 5 tahun. Sampai tahun 2005 (24 tahun) wereng coklat masih didominasi oleh biotipe 3, dan pada tahun 2006 mulai berkembang wereng coklat biotipe 4. Keberadaan wereng coklat biotipe 3 yang cukup lama disebabkan oleh berkembangnya varietas IR64 (Bph1+) dalam kurun waktu yang lama. IR64 merupakan varietas tahan lestari (durable resistance) yang mampu menahan perubahan wereng coklat ke biotipe yang lebih tinggi, selain tidak berkembangnya vartietas IR74 (Bph3) yang akan menyulut terbentuknya biotipe baru. Untuk menghambat perubahan biotipe wereng coklat diperlukan pengendalikan dengan pergiliran varietas yang berbeda ketahanannya untuk menunda seleksi terarah, pertanaman mosaik varietas, dan menghindari menanam varietas dengan genotipe yang lebih tinggi dari biotipe yang ada di lapangan.
The Brown planthopper (BPH) had attacked rice in Darmaga-Bogor since 1939, followed attacks in Yogyakarta and Mojokerto in 1940. In 1967, Indonesian goverment introduced high yielding rice varieties IR5 and IR8 with no resistance gene against BPH. In 1971 the explosion of BPH occured, because the BPH produced biotype 1. In 1975, to overcome the BPH biotype 1 outbreak, variety IR26 carrying resistant genes Bph1 was introduced, but in 1976 again an outbreak of BPH occured due to the BPH population had changed from biotype 1 to biotype 2. In 1980, to overcome the BPH biotype 2 rice variety IR42 (with resistant genes bph2) was introduced from IRRI, but in 1981 the outbreak occurred in Simalungun, North Sumatra and some other areas, because the BPH population had changed from biotype 2 to biotype 3. To overcome the BPH biotype 3 rice variety IR56 (Bph3 resistance gene) had been introduced in 1983 and rice variety IR64 carrying resistant genes Bph1+ in 1986. In 1991 seed of variety IR74 carrying resistant genes Bph3 was distributed. In 2006, resistance gene for BPH population in IR64 had brokendown, due to BPH population had changed to biotype 4. The stability of BPH biotype 0 had survived for 41 years before becoming BPH biotype 1. Changes of BPH biotype 1 to BPH biotype 2 took just four years, and changes of BPH biotype 2 to BPH biotype 3 required of only 5 years. Stability of BPH biotype 3 was the longest, from 1981 up to 2005, or about 24 years, of which the BPH population stable in biotype 3. The occurance of BPH biotype 3 was quite long times, due to the double genes resistant on variety IR64 (Bph1+) which resulted in a sustainable, durable resistance, acting as a buffer against the changes in BPH to more higher order of biotype. To stabilize the state of BPH biotype, various strategies are recommended, including varietal rotations and growing many varieties in one area to prevent a directional selection against new BPH biotype. Growing variety containing resistance gene to higher order of BPH is also prohibited. .