Pemerintah kembali mengurangi subsidi pupuk sejak 1 April 2010, sehingga harga pupuk meningkat 25-40%. Diperkirakan harga pupuk akan terus meningkat sehingga petani harus lebih efisien dalam mengelola pemupukan. Usahatani padi pada lahan sawah di Indonesia dicirikan oleh kepemilikan lahan yang sempit, yang menyebabkan manajemen pengelolaan lahan beragam antarpetani maupun antarhamparan sawah. Tidak seperti penyebaran varietas unggul baru, difusi teknologi pemupukan spesifik lokasi berjalan sangat lambat. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemupukan pada padi sawah, pabrik pupuk BUMN maupun pengusaha lokal dapat membuat paling tidak dua komposisi pupuk majemuk yaitu, (a) dengan kandungan hara N seperti pada Ponska tapi kandungan P relatif rendah dan kandungan K relatif tinggi, dan (b) formula pupuk dengan kandungan hara N seperti pada Ponska tapi kandungan P relatif tinggi dan kandungan K relatif rendah (sebagai pemeliharaan), sehingga tidak terjadi penambangan hara P dan K secara berlebihan di tanah. Badan Litbang Pertanian bekerja sama dengan IRRI telah mengembangkan perangkat lunak Nutrient Manager for Rice atau Pemupukan Hara Spesifik Lokasi (PHSL). Salah satu manfaatnya adalah memberikan saran strategi pemupukan yang efisien (tepat sumber, tepat takaran, dan tepat waktu aplikasi). Menteri Pertanian telah meluncurkan perangkat lunak ?Pemupukan Hara Spesifik Lokasi? yang bisa diakses melalui http://webapps.irri.org/nm/id. Teknologi PHSL dalam bentuk web bertujuan untuk memudahkan diseminasi dalam skala luas guna memperbaiki manajemen pemupukan padi sawah di Indonesia dengan target pengguna (a) penyuluh BPTP, (b) penyuluh pertanian lapangan (PPL), dan (c) petani maju. Petani memerlukan penyuluhan dan pemahaman tentang penggunaan pupuk yang efisien, yang sangat menentukan jumlah pupuk yang harus diberikan dan target hasil gabah yang dapat dicapai. Dengan teknologi PHSL diharapkan penggunaan pupuk oleh petani dapat lebih rasional sesuai kebutuhan tanaman sekaligus meningkatkan produksi dan pendapatan petani.
The government had reduced fertilizer subsidy since 1st April 2010, which increased fertilizer price by 25-40%. Fertilizer price is predicted to further increasing, thus farmers must be more efficient in using fertilizer for their rice field. Landholding for rice farmers in Indonesia is mostly small and varying. Farming practices vary among farmers and among fields, therefore crop needs for nutrient inputs vary greatly among fields. For this reason we are suggesting the need for the formulation of up to three types of NPK fertilizers for rice in Indonesia: (a) NPK source with ratio about 1:1:1 as in Phonska, (b) NK source for application as topdressing to obtain high yield on land without application of crop residues and organic matter, or K soil is deficient, and (c) NP source with 1:1 ratio for N:P, for use in situation where yield was low and high application of crop residues or organic matter, or high soil supply of K. IAARD in collaboration with IRRI had developed the Nutrient Manager for Rice, an interactive computer-based decision tool, which provides fertilizer guideline for a rice field, based on the response to ?easy-to-answer multiple choice questions?. The web application of Nutrient Manager for Rice for Indonesia was released by Minister of Agriculture and could be accessed through http://webapps.irri.org/nm/id. It became evident that extension workers could be reached faster through internet to improve their knowledge for fertilizer management in Indonesia. The target users are (a) AIAT extensionist, (b) field extension, and (c) progress farmers. With SSNM technology, it is expected that the use of fertilizer by farmers it more rational, and at the same time increase rice production as well as farmers? incomes.