Gerakan anti rokok semakin terasa tekanannya terhadap perkembangan tembakau dan industri rokok nasional. Berbagai regulasi telah dilakukan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) No. 81 tahun 1999 dan PPRI No. 38 tahun 2000. Terakhir PPRI. No 19 tahun 2003 yang isinya antara lain menghapus ketentuan kandungan kadar nikotin dan tar per batang rokok tetapi mewajibkan produsen rokok mencantumkan kadar nikotin dan tar yang dikandungnya serta mewajibkan
Departemen Pertanian untuk menghasilkan tembakau dengan resiko kesehatan sekecil mungkin, antara lain dengan penurunan kandungan nikotin, Penurunan kadar nikotin dapat dilakukan dengan teknik pemangkasan bunga dan pengendalian sirung, cara
paner, blending, dan desain rokok. Melalui teknik pemangkasan bunga dan pengendalian sirung kandungan nikotin tembakau dapat dikendalikan. Untuk menurunkan kadar nikotin, pemangkasan bunga sebaiknya tidak terlalu dalam. Sedangkan melalui cara panen sebaiknya dilakukan secara bertahap sesuai dengan tingkat kemasakan daunnya. Kandungan nikotin daun-daun bawah lebih rendah dibanding dengan daun-daun atas. Sementara pemanfaatan teknologi pasca panen yaitu pada tingkat Industri Hasil Tembakau (IHT) penurunan kadar nikotin dapat dilakukan dengan menggunakan tembakau yang kadar nikotinnya lebih rendah atau meracik jenis tembakau tertentu pada proses blendingnya sehingga diperoleh campuran tembakau yang kadar nikotinnya memenuhi ketentuan. Bagi IHT yang bermodal lebih besar penurunan kadar nikotin dapat dilakukan melalui rekayasa desain rokok.