MENU
|
|
Jenis | : |
KKM
|
Judul | : |
TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK PENGUNGSI ANAK DALAM MENDAPATKAN PENDIDIKAN DI NEGARA TRANSIT (Studi tentang Refugee Learning Centre di Cisarua Bogor, Indonesia)
|
Subjek | : |
Hukum Perang
|
Pengarang | : |
Nadya Yasmin
|
Pembimbing | : |
Noer Indriati
Wismaningsih
|
Prodi | : |
ILMU HUKUM
|
Tahun | : |
2021
|
Call Number | : |
341.6 YAS t
|
Perpustakaan | : |
Fakultas Hukum
|
Letak | : |
1 eksemplar di Koleksi Referensi
|
|
Abstrak :
Pendidikan merupakan hak yang mestinya diterima oleh semua anak seperti
yang disebutkan dalam Pasal 28 Konvensi Hak Anak 1989. Indonesia sebagai
negara transit pengungsi, harus menjamin kebutuhan serta hak dasar pengungsi,
termasuk hak pendidikan untuk pengungsi anak. Hal ini didasarkan pada kenyataan
bahwa Indonesia sudah meratifikasi KHA 1989, walaupun dalam praktiknya hal ini
belum bisa dipenuhi oleh Indonesia dalam memberikan hak pendidikan bagi
pengungsi anak. Untuk memenuhi hak itu para pengungsi di Cisarua Bogor,
mendirikan pusat pembelajaran untuk anak pada September 2015 yang bernama
Refugee Learning Centre.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan suaka berdasarkan
hukum internasional dan hukum nasional Indonesia, serta pemenuhan kebutuhan
hak atas pendidikan bagi pengungsi anak di Indonesia sebagai negara transit, studi
di Cisarua Refugee Learning Centre. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis
dengan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Data yang
digunakan adalah data sekunder dan data primer. Metode pengumpulan data yakni
berdasarkan studi kepustakaan yang disajikan dalam bentuk uraian deskriptif
dengan metode analisis normatif kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa landasan utama
pengaturan suaka dalam hukum internasional adalah Konvensi 1951 tentang Status
Pengungsi dan Protokolnya. Dalam pengaturan hukum nasional, penanganan untuk
suaka di Indonesia dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi serta organisasi
internasional seperti UNHCR dan IOM. Hal ini dikarenakan Indonesia belum
menjadi pihak pada Konvensi 1951 maupun Protokolnya, walaupun demikian
Indonesia tetap terikat pada konvensi itu melalui prinsip non-refoulement. Sebagai
negara yang meratifikasi KHA, Indonesia memiliki kewajiban untuk memenuhi
hak-hak anak yang di antaranya tercantum dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a KHA
bahwa pendidikan dasar harus disediakan secara cuma-cuma dan wajib.
Ketidaktersediaan sarana belajar dari pemerintah Indonesia menjadikan alasan
didirikannya RLC di Bogor, Indonesia oleh para pengungsi.
Kata Kunci: suaka, pengungsi anak, pendidikan.
|
Kembali
|