MENU
|
|
Jenis | : |
KKM
|
Judul | : |
Tinjauan Yuridis penarikan kepala perwakilan diplomatika oleh negara pengirim (studi tentang penarikan Duta Besar Australia untuk Indonesia sebagai bentuk protes atas penjatuhan Hukuaman Mati Wraga negaranya tahun 2015)
|
Subjek | : |
|
Pengarang | : |
Dea Arfian putri
|
Pembimbing | : |
Dr. Noer Indriati, S.H., M.Hum.
Wismaningsih s.H., M.H.
|
Tahun | : |
2017
|
Call Number | : |
243/I
|
Perpustakaan | : |
Fakultas Hukum
|
Letak | : |
1 eksemplar di Koleksi Referensi
|
|
Abstrak :
perbedaan kebijakan antara negara satu dengan negara lainnya dapat mempengaruhi hubungan diplomatik antara kedua negara tersebut. Seperti halnya dengan kasus yang terjadi pada 2015 saat Pemerintah Australia menarik duta besarnya dari Indonesia sebagai bentuk protes akibat kebijakan Indonesia untuk menghukum mati kedua warga negaranya karena kasus penyelundupan obat-obatan terlarang yang dilakukan di wilayah Indonesia. Australia merespon dengan keras hukuman mati ini karena Australia sudah lama menghapuskan hukuman mati dari sistem hukumnya dengan membuat undang-undang penghapusan pelaksanaan hukuman mati (The Death Penalty Abolitian Act 1973). Di lain pihak, Indonesia masih menganut hukuman mati, dengan syarat hukuman mati hanya dilakukan terhadap pelanggaran berat.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tindakan Pemerintahan Australia dalam menarik duta besarnya dapat dibenarkan atau tidak menurut Hukum Internasional dan untuk mengetahui akibat hukum yang timbul dari penarikan duta besar baik bagi Australia sebagai negara pengirim maupun Indonesia sebagai negara penerima.
Australia yang menganut penghapusan hukuman mati dalam sistem hukumnya berhak mengajukan protes kepada Indonesia yang menjatuhkan hukuman mati kepada kedua warga negaranya. yang mana Indonesia menganut penjatuhan hukuman mati bagi pelanggaran berat, termasuk penyelundupan obat-obatan terlarang. Protes tersebut dilakukan dengan menarik duta besarnya dari indonesia yang biasa disebut pemanggilan kembali. Pasal 43 dikaitkan dengan Pasal 9 Konvensi Wina 1961 menyebutkan pemanggilan kembali dilakukan apabila agen diplomatik tersebut dinyatakan persona non-grata oleh negara penerima. Duta Besar Australia untuk Indonesia tidak dinyatakan persona non-grata oleh Indonesia, namun penarikannya tetap dilakukan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan indonesia. Penarikan agen diplomatik termasuk duta besar bentuk protes dianggap sebagai praktik umum yang sudah menjadi kebiasaan apabila terjadi ketegangan antara kedua negara. Akibat yang terjadi dari penarikan ini berdampak langsung pada fungsi diplomatik negara pengirim dan juga dapat mengganggu hugungan diplomasi antara Indonesia dan Australia.
|
Kembali
|