Selamat Datang Di OPAC Perpustakaan Unsoed

Melayani Dengan Hati Mengantar ke Prestasi


MENU
Jenis : KKM
Judul : TINJAUAN YURIDIS KONFLIK PERAIRAN NATUNA UTARA ANTARA INDONESIA DENGAN TIONGKOK MENURUT HUKUM INTERNASIONAL
Subjek : Hukum Internasional
Pengarang : MUHAMMAD RIFKY
Pembimbing : Aryuni Yuliantiningsih Noer Indriati
Prodi : ILMU HUKUM
Tahun : 2023
Call Number : 341 RIF t
Perpustakaan : Fakultas Hukum
Letak : 1 eksemplar di Koleksi Referensi
Abstrak :
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh sengketa Laut China Selatan yang diklaim oleh
Tiongkok dengan klaim nine-dash line. Perairan Natuna Utara menjadi bagian dari klaim
tersebut, Tiongkok juga menyatakan bahwa di Laut China Selatan merupakan overlapping atau
tumpang tindih dengan klaim nine-dash line. Indonesia menolak klaim tersebut karena hal itu
tidak sesuai dengan UNCLOS 1982 dan tidak memiliki dasar hukum apapun.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui klaim Tiongkok berdasarkan nine-dash
line atas Laut China Selatan menurut Hukum Internasional dan mengetahui upaya pemerintah
Indonesia untuk mempertahankan Perairan Natuna utara yang diklaim oleh Tiongkok.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan perundang-undangan. Sumber data yang
digunakan merupakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan
tersier yang dikumpulkan melalui inventarisasi. Data tersebut kemudian dianalisis
menggunakan metode analisis normatif kualitatif dan disajikan dalam teks naratif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tiongkok melakukan klaim di wilayah Laut
China Selatan berdasarkan nine-dash line. Pada 2009 Tiongkok memasukkan perairan Natuna
Utara ke dalam peta mereka. Tiongkok telah melanggar Pasal 57 UNCLOS 1982 mengenai
lebar ZEE yang tidak boleh melebihi 200 mil. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki
dasar hukum untuk menarik garis pangkal kepulauan sesuai dengan Pasal 47 UNCLOS 1982
tentang Garis Pangkal Kepulauan, sehingga perairan Laut China Selatan merupakan bagian
dari wilayah ZEE Indonesia. Tiongkok telah meratifikasi UNCLOS 1982 pada 15 Mei 1996,
klaim tersebut juga melanggar asas pacta sunt servanda yang mengartikan perjanjian sifatnya
mengikat sehingga wajib dipatuhi. Indonesia juga sudah melakukan beberapa upaya untuk
mempertahankan wilayah perairan Laut China Selatan dari Tiongkok, antara lain melakukan
diplomacy border, menangkap kapal-kapal Tiongkok yang memasuki wilayah Indonesia tanpa
izin dan menangkap ikan secara illegal. Indonesia telah mengirimkan nota protes sebanyak tiga
kali, melakukan pelatihan militer, dan membuat peta terbaru Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Kata Kunci: konflik, nine-dash line, hukum internasional
Kembali