Abstrak :
Reformasi hukum pidana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika tampak sekali berproses dalam suatu dinamika perkembangan
sosial dan teknologi yang berpengaruh terhadap perkembangan kriminalitas di
Indonesia, yang menuntut tindakan dan kebijaksanaan antisipatif. Antisipatif
terhadap ancaman tindak kriminalitas yang juga dalam bentuk penyalahgunaan
narkotika dan psikotoprika dilakukan melalui pembaharuan hukum yang cukup
memiliki sejarah panjang. Reformasi hukum pidana tersebut, khususnya ketentuan
yang mengatur mengenai rehabilitasi terhadap pengguna narkotika merupakan
bentuk langkah pembaharuan hukum pidana nasional yang menunjukkan adanya
kebijakan hukum pidana yang merupakan kebijakan yang bertujuan agar pengguna
narkotika tidak lagi menyalahgunakan narkotika tersebut karena tujuan hukum
adalah mengatur tata tertib dalam bermasyarakat secara damai dan adil. Rehabilitasi
terhadap pecandu atau penyalahguna narkotika adalah suatu proses pengobatan untuk
membebaskan pecandu dari ketegantungan, masa menjalani rehabilitasi tersebut
diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman. Rehabilitasi terhadap pecandu
narkotika juga merupakan suatu bentuk perlindunagan sosial yang mengintegrasikan
pacandu atau penyalahguna narkotika ke dalam tertib sosial agar ia tidak lagi
menyalahgunakan narkotika. Berdasarkan hal tersebut Penulis telah merumuskan isu
hukum dalam penelitian ini yaitu mengenai pertimbangan hukum hakim dalam
menjatuhkan putusan rehabilitasi berdasarkan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika dan kaitannya dengan upaya depenalisasi bagi
penyalahguna narkotika di Indonesia.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif. Sumber bahan hukum yang terdapat dalam penelitian ini berasal dari data
sekunder sebagai data yang utama dengan teknik pengumpulan data berdasarkan
studi kepustakaan. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode
deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa Pertimbangan Hukum
Hakim dalam menjatuhkan Putusan Rehabilitasi untuk menjalani pengobatan
dan/atau perawatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika (Pasal 54, Pasaal 55 dan Pasal 103) yaituTerdakwa terbukti sebagai
pecandu murni narkotika dan ada hasil pemeriksaan tim asesmen dan berdasarkan
atas pendapat ahli dokter yang diajukan di persidangan yang menyatakan bahwa
terdakwa harus menjalani rehabilitasi. Rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial dapat
dijadikan Sebagai Upaya Depenalisasi Bagi Penyalahguna Narkotika Di Indonesia,
karena dengan dijatuhkannya putusan rehabilitasi oleh hakim terhadap terdakwa
yang terbukti sebagai penyalahguna atau pecandu narkotika, maka jangka waktu
lamanya rehabilitasi diperhitungkan sebagai lamanya pidana penjara yang
dijatuhkan, dengan demikian berarti sanksi pidana diganti/dihapus dengan sanksi
tindakan berupa rehabilitasi menjalani pengobatan dan/atau perawatan. Hal ini sesuai
dengan pengertian depenalisai yaitu suatu perbuatan yang semula diancam dengan
pidana kemudian ancaman pidana ini dihilangkan.
Kata Kunci: Rehabilitasi, Depenalisasi, Penyalahguna Narkotika.
|