Abstrak :
Latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah penempatan
narapidana risiko tinggi (high risk) di Lembaga Pemasyarakatan Super Maximum
Security Pasir Putih Nusakambangan adalah “one man one cell” dan tidak
terdapatnya program pembinaan ataupun kegiatan yang lainnya. Ini merupakan
suatu penjeraan agar mereka bisa menyesali segala perbuatannya dan bisa kembali
kepada masyarakat dengan melakukan asessmen ataupun penilaian perkembangan
harinya yang dilakukannya di dalam blok. Metode Penelitian yang digunakan
adalah yuridis normatif dengan pendekatan yuridis empiris. Bersifat deskripsi-
analitis. Lokasi penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Super Maximum Security
Pasir Putih Nusakambangan. Pengumpulan data primer didapatkan dari
narasumber, data sekunder dari studi kepustakaan. Data yang diperoleh disajikan
dalam bentuk uraian yang disusun secara sistematis dan logis. Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan program pembinaan di Lapas
Super Maximum Security Pasir Putih Nusakambangan untuk narapidana
terorisme dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan
kebijakan sasaran pelaksaan sistem one man one cell bagi narapidana terorisme di
lembaga pemasyarakatan berjalan tidak efektif dalam hal sistem pemasyarakatan
yang dimasukkan sebagai bagian pembinan narapidana terorisme serta tidak
memiliki dampak positif dan tidak berdampak pada kelompok radikaliasme di
Lapas Super Maximum Security Pasir Putih Nusakambangan, hal tersebut terbukti
dari 96 warga binaan hanya 24 warga binaan yang mengikuti program pembinaan
atau 25 % dari keseluruhan warga binaan yang ada di Lapas Super Maximum
Security Pasir Putih Nusakambangan. Kendala dalam Pembinaan Narapidana
terorisme di Lapas Super Maximum Security Pasir Putih Nusakambangan,
menyangkut masalah legal structure dalam hal ini yaitu kurangnya Sumber Daya
Manusia (SDM) baik secara kualitas maupun kuantitas, di samping itu sarana dan
prasarana yang kurang memadai.
Kata Kunci : Efektivitas, Narapidana, Pembinaan, Terorisme
|