Abstrak :
Hakim dalam memutus perkara seringkali ditemukan disparitas. Putusan No.
13/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Kdi menyatakan bahwa perbuatan terdakwa telah
terbukti secara sah dan meyakinkan memenuhi rumusan delik Pasal 363 Ayat (1)
ke-4 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan dan dijatuhi dengan pidana
penjara selama 7 (tujuh) bulan, sedangkan Putusan No.
15/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Skh perbuatan terdakwa telah terbukti secara sah dan
meyakinkan memenuhi rumusan delik Pasal 363 Ayat (1) ke-5 KUHP tentang
pencurian dengan pemberatan dan dijatuhi putusan yaitu dikembalikan kepada
orang tua. Berdasarkan kedua putusan tersebut, perbuatan terdakwa pada dasarnya
sama dan terdakwa sama-sama melakukan pengulangan tindak pidana (recidive),
oleh karenanya terlihat adanya disparitas pidana. Penelitian ini bertujuan
mengetahui dasar pertimbangan hukum hakim dalam putusan yang menimbulkan
disparitas dan mengetahui faktor penyebab terjadinya disparitas pemidanaan.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum secara yuridis normatif, dengan
metode pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan kasus (case
approach). Spesifikasi penelitian ini adalah perskriptif, dengan jenis dan sumber
data sekunder, dan analisis data dilakukan secara deskrtiptif kualitatif. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa status terdakwa dalam Putusan No.
15/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Skh sebagai seorang recidivis tidak mempengaruhi
adanya pemberatan pidana. Disparitas pemidanaan dalam tindak pidana pencurian
dengan pemberatan dalam kedua putusan tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3
(tiga) bagian berdasarkan sumbernya, yakni sistem pemidanaan, falsafah
pemidanaan, dan disparitas pidana yang bersumber dari kemandirian hakim.
Kata kunci : Disparitas, Tindak Pidana Pencurian, Recidive, Anak
|